Halaman

Jumat, 15 Oktober 2010

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

  1. Definisi Pajak Sebagai Wajib Pajak

Dalam hal tersebut berarti iuran kepada negara yang terbatas oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) yang berdasarkan UU dengan tidak mendapatkan prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.

Namun prestasi yang diberikan oleh pemerintah adalah untuk kepentingan umum, seperti pemerintah membuat pelabuhan, jalan raya, rumah sakit, bis kota, irigasi, sekolah, dan lain sebagainya.

  1. Konsep Mendasar Dalam Menyusun Peraturan Perpajakan

Berdasarkan undang-undang/peraturan, bahwa pajak itu tidak boleh dipungut/dikenakan secara sewenang-wenang. Dalam UUD 1945 pasal 23, ditegaskan bahwa segala pemungutan pajak untuk keperluan negara harus ditetapkan dengan UU, yang berarti DPR diikutsertakan dalam memutuskannya.

Adapun yang dimaksud dalam hukum pajak adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib pajak dan antara lain mengatur siapa-siapa dan dalam hal apa dikenakan pajak (objek pajak), timbulnya kewajiban pajak, cara penagihan pajak, dan sebagainya.

Sehingga dalam penyusunan peraturan perpajakan harus atas dasar antara lain:

  1. Keadilan yang merata
  2. Ekonomi sesuai perkembangannya
  3. Keuangan
  4. Praktis dalam pelaksanaannya


 

  1. Timbulnya Kewajiban Pajak

Timbulnya kewajiban pajak (kapan seseorang dapat dikenakan pajak) dapat dilihat pada UU dari masing-masing pajak. Akan tetapi secara umum ialah jika dipenuhi 2 syarat, yaitu:

  • Kewajiban pajak subyektif

    Kewajiban pajak yang melihat pada orangnya. Pada umumnya semua orang, baik manusia maupun badan-badan seperti PT, CV, FA dan yayasn yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.

  • Kewajiban pajak obyektif

    Kewajiban pajak melihat pada hal-hal yang dapat dikenakan pajak (obyektif). Seseorang manusia atau badan hukum memenuhi kewajiban pajak obyektif ini jika mendapat penghasilan, mempunyai kekayaan atau memperoleh laba yang melebihi batas minimum kena pajak yang disebut dalam UU pajak yang bersangkutan.


     

  1. Kewajiban Wajib Pajak

Setelah timbul kewajiban pajak (dapat dikenakan pajak), maka untuk menghitung jumlahnya yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara memasukkan surat pemberitahuan (SPT).

Adapun setiap orang yang menerima SPT pajak dari inspeksi pajak diwajibkan:

  • Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan sebenarnya.
  • Menandatangani sendiri SPT tersebut.
  • Mengembalikan SPT pajak tersebut kepada inspeksi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh inspeksi pajak.

    Kewajiban dalam memberikan keterangan: wajib pajak berkewajiban untuk waktu yang ditunjuk memberikan segala keterangan baik secara tertulis maupun lisan setiap waktu hal itu dapat diminbta oleh inspeksi pajak.

    Kewajiban memperlihatkan buku-buku dan bukti-bukti pembukuan: setiap waktu diperlukan untuk penetapan pajak, kepada inspeksi pajak pada tempat dan waktu yang ditunjuk dapat meminta kepada wajib pajak untuk memperlihatkan pembukuan/bukti-bukti yang menjadi dasar pembukuan itu, baik kepada inspeksi pajak, kepada ahli-ahli/juru bahasa yang ditunjuk, yang diatur dalam KUHD pada pasal 6.

  1. Hak Yang Dipunyai Wajib Pajak

    Adapun setiap wajib pajak mempunyai hak-hak antara lain:

    1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan, membebaskan ketetapan pajak dalam hal: terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tariff, ataupun terdapat kesalahan menentukan dasar menetapkan pajak.
    2. Mengajukan keberatan kepada Kepala Inspeksi Pajak/Direktur Jendral Pajak apabila wajib pajak keberatan terhadap ketetapan pajak (atas jumlah yang dipakai dasar pengenaan pajak), yang harus diajukan dalam waktu tiga bulan setelah tanggal surat ketetapan pajak.
    3. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak apabila wajib pajak keberatan atas;
      1. Keputusan yang diambil oleh Kepala Inspeksi Pajak terhadap surat keberatannya;
      2. Surat tagihan susulan/kemudian yang dikeluarkan oleh kepala inspeksi pajak.
    4. Meminta pengembalian pajak (restitusi), meminta pemindahbukuan setoran pajak ke setoran pajak lainnya atau setoran tahun berikutnya.
    5. Wajib pajak dapat pula mengajukan gugatan perdata ataupun pidana kepada Pengadilan Negeri atas dasar "perbuatan melanggar hukum = onrechtmatige daad" ataupun pembocoran rahasia dari wajib pajak yang menyebabkan timbulnya kerugian pada wajib pajak.

    Majelis Pertimbangan Pajak yang berkedudukan di Jakarta ialah suatu lembaga yang bertugas dan berkewajiban untuk memutus pada tingkat tertinggi/terakhir atas semua perselisihan-perselisihan pajak.

    Wajib pajak yang merasa belum mendapat perlakuan adil dari Instansi Perpajakan dapat mengajukan permohonan banding kepada Majelis pertimbangan pajak di Jakarta.

    Dewasa ini hokum pajak diatur dalam:

  1. Undang-undang no.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan;
  2. Undang-undang no.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
  3. Undang-undang no.8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang-barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makasih dah mau komen