Halaman

Kamis, 24 Maret 2011

Evaluasi Lahan

2.1. Pengertian Dasar

Dalam melaksanakan evaluasi lahan perlu terlebih dahulu memahami istilah-istilah yang digunakan, baik yang menyangkut keadaan sumber daya lahan, maupun yang berkaitan dengan kebutuhan atau persyaratan tumbuh suatu tanaman. Berikut diuraikan secara ringkas mengenai: pengertian lahan, penggunaan lahan, karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan penggunaan lahan.

2.1.1. Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.
Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan.
Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs).
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).

2.1.2. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: penggunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang, dan pelabuhan.
Dalam Juknis ini penggunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman pangan (serealia, umbi-umbian, dan kacang-kacangan), kelompok tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), kelompok tanaman industri/perkebunan, kelompok tanaman rempah dan obat, kelompok tanaman hijauan pakan ternak, dan perikanan air payau. Seluruhnya ada 112 jenis komoditas pertanian yang dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 6.

Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya.
Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.

Multiple: Tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan. Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau pisang.

Compound: Tipe penggunaan lahan yang tergolong compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.

2.1.3. Karakteristik lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).

Tabel 1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.

Staf PPT (1983)

Bunting (1981)

Sys et al. (1993)

CSR/FAO (1983)

Driessen (1971)

Tipe hujan (Oldeman et al.)

Periode pertumbuhan tanaman

Temperatur rerata (°C) atau elevasi

Temperatur rerata (°C) atau elevasi

Lereng

Kelas drainase

Temperatur rerata pada periode pertumbuhan

Curah hujan (mm)

Curah hujan (mm)

Mikrorelief

Sebaran besar butir (lapisan atas)

Curah hujan tahunan

Lamanya masa kering (bulan)

Lamanya masa kering (bulan)

Keadaan batu

Kedalaman efektif

Kelas drainase

Kelembaban udara

Kelembaban udara

Kelas drainase

Ketebalan gambut

Tekstur tanah

Kelas Drainase

Kelas drainase

Regim kelembaban

Dekomposisi gambut/jenis gambut

Kedalaman perakaran

Tekstur/Struktur

Tekstur

Salinitas/ alkalinitas

KTK

Reaksi tanah (pH)

Bahan kasar

Bahan kasar

Kejenuhan basa

Kejenuhan basa

Salinitas/ DHL

Kedalaman tanah

Kedalaman tanah

Reaksi tanah (pH)

Reaksi tanah (pH)

Pengambilan hara (N, P, K) oleh tanaman

KTK liat

Ketebalan gambut

Kadar pirit

C-organik


Pengurasan hara (N, P, K) dari tanah

Kejenuhan basa

Kematangan gambut

Kadar bahan organik

P-tersedia

  

Reaksi tanah (pH)

KTK liat

Tebal bahan organik

Salinitas/DHL

  

C-organik

Kejenuhan basa

Tekstur

Kedalaman pirit

  

Aluminium

Reaksi tanah (pH)

Struktur, porositas, dan tingkatan

Lereng (%)/mikrorelief

  

Salinitas/DHL

C-organik

Macam liat

Erosi

  

Alkalinitas

Aluminium

Bahan induk/ cadangan mineral

Kerusakan karena banjir

  

Lereng

Salinitas/DHL

Kedalaman efektif

Batu dan kerikil, penghambat pengolahan tanah

  

Genangan

Alkalinitas

  

Pori air tersedia

  

Batuan di permukaan

Kadar pirit

  

Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air

  

CaCO3

Lereng

  

Kesuburan tanah

  

Gypsum

Bahaya erosi

  

Permeabilitas lapisan atas

  

Jumlah basa total

Genangan

  

  

  

  

Batuan di permukaan

  

  

  

  

Singkapan batuan

  

Karakteristik lahan yang digunakan pada Juknis ini adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H20, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

- temperatur udara :

merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C

- curah hujan :

merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm

- lamanya masa kering :

merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm

- kelembaban udara :

merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %

- drainase :

merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah

- tekstur :

menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm

- bahan kasar :

menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm

- kedalaman tanah :

menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi

- ketebalan gambut :

digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan

- kematangan gambut :

digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum matang/mentah (fibrik)

- KTK liat :

menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat

- kejenuhan basa :

jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.

- reaksi tanah (pH) :

nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan

- C-organik :

kandungan karbon organik tanah.

- salinitas :

kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.

- alkalinitas :

kandungan natrium dapat ditukar

- kedalaman bahan sulfidik :

dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik.

- lereng :

menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %

- bahaya erosi :

bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun

- genangan :

jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun

- batuan di permukaan :

volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah

- singkapan batuan :

volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah

- sumber air tawar :

tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu

- amplitudo pasang-surut :

perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter)

- oksigen :

ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan

Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan.

2.1.4. Kualitas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).

Tabel 2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).

CSR/FAO, 1983

FAO, 1983

Sys et.al., 1993

Temperatur

Kelembaban

Sifat iklim

Ketersediaan air

Ketersediaan hara

Topografi

Ketersediaan oksigen

Ketersediaan oksigen

Kelembaban

Media perakaran

Media untuk perkembangan akar

Sifat fisik tanah

Retensi hara

Kondisi untuk pertumbuhan

Sifat kesuburan tanah

Toksisitas

Kemudahan diolah

Salinitas/alkalinitas

Sodisitas

Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas

  

Bahaya sulfidik

Retensi terhadap erosi

  

Bahaya erosi

Bahaya banjir

  

Penyiapan lahan

Temperatur

  

  

Energi radiasi dan fotoperiode

  

  

Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)

  

  

Kelembaban udara
Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman

  

Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah.
Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah:

- Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.
- Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian.
- Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).
Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan.

- temperatur:

ditentukan oleh keadaan temperatur rerata


- ketersediaan air :

ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut, tergantung jenis komoditasnya

- ketersediaan oksigen :

ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen tergantung jenis komoditasnya

- media perakaran :

ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman tanah

- gambut:

ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut

- retensi hara :

ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik

- bahaya keracunan :

ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)

- bahaya erosi :

ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi

- bahaya banjir :

ditentukan oleh genangan

- penyiapan lahan :

ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan

Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. Evaluasi Lahan dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.

2.1.5. Persyaratan penggunaan lahan
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.


Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang). Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi sawah. Tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masing-masing karakteristik lahan. Kisaran tersebut untuk masing-masing komoditas pertanian dapat dilihat pada Lampiran 1 - 6.
Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N).

Tanah

Pengertian Tanah
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik

Proses Pembentukan Tanah
Pembentukan tanah di bagi menjadi empat tahap

  1. Batuan yang tersingkap ke permukaan bumi akan berinteraksi secara langsung dengan atmsosfer dan hidrosfer. Pada tahap ini lingkungan memberi pengaruh terhadap kondisi fisik. Berinteraksinya batuan dengan atmosfer dan hidrosfer memicu terjadinya pelapukan kimiawi.
  2. Setelah mengalami pelapukan, bagian batuan yang lapuk akan menjadi lunak. Lalu air masuk ke dalam batuan sehingga terjadi pelapukan lebih mendalam. Pada tahap ini di lapisan permukaan batuan telah ditumbuhi calon makhluk hidup.
  3. Pada tahap ke tiga ini batuan mulai ditumbuhi tumbuhan perintis. Akar tumbuhan tersebut membentuk rekahan di lapisan batuan yang ditumbuhinya. Di sini terjadilah pelapukan biologis.
  4. Di tahap yang terakhir tanah menjadi subur dan ditumbuhi tanaman yang ralatif besar.


Faktor Pembentukan Tanah
Ada beberapa faktor pembentukan tanah, diantaranya :

  • Iklim
    • Suhu
      Jika suhu semakin tinggi maka makin cepat pula reaksi kimia berlangsung
    • Curah Hujan
      Makin tinggi curah hujan, makin tinggi pula tingkat keasaman tanah
  • Bahan Induk
    Yang dimaksud bahan induk adalah bahan penyusun tanah itu sendiri yang berupa batuan
  • Organik
    Bahan organaik berpengaruh dalam pembentukan warna dan zat hara dalam tanah.
  • Makhluk Hidup
    Semua makhluk hidup berpengaruh. Baik itu jasad renik, tumbuhan, hewan bahkan manusia.
  • Topografi
    Topografi alam dapat mempercepat atau memparlambat kegiatan iklim. Misalnya pada topografi miring membuat kecepatan air tinggi dan dapat meyebabkan terjadinya erosi.
  • Waktu
    Lamanya bahan induk mengalami pelapukan dan perkembangan tanah memainkan peran penting dalam menentukan jenis tanah yang terbentuk.

Jenis-jenis Tanah

  1. Tanah Humus
    Tanah yang sangat subur berasal dari pelapukan daun dan batang di hutan hujan tropis yang lebat.
  2. Tanah Pasir
    Tanah yang kurang baik bagi pertanian. Terbentuk dari pelapukan batuan beku serta sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
  3. Tanah Aluvial
    Tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengedap di dataran rendah.
  4. Tanah Podzolit
    Tanah subur yang pada umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi
  5. Tanah Vulkanik
    Tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi dengan zat hara yang tinggi
  6. Tanah Laterit
    Tanah yang tadinya subur menjadi tidak subur karena unsur hara pada tanah tersebut terbawa oleh air hujan.
  7. Tanah Mediteran
    Tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur
  8. Tanah Gambut
    Tanah Yang terbentuk dari lapukan tumbuhan rawa

Rabu, 23 Maret 2011

Kristalografi

Disadur dari "pengantar kristalografi dan mineralogy" oleh I wayan warmada

Kristalogra adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari sistem-sistem kristal. Suatu kristal dapat didenisikan sebagai padatan yang secara esensial mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard, 2002). Jadi, suatu kristaladalah suatu padatan dengan susunan atom yang berulang secara tiga dimensional yang dapat mendifraksi sinar X. Kristal secara sederhana dapat didenisikan sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom atau molekul yang teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang datar ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

1.1 Kimia kristal

Komposisi kimia suatu mineral merupakan hal yang sangat mendasar, beberapa sifat-sifat mineral/kristal tergantung kepadanya. Sifat-sifat mineral/kristal tidak hanya tergantung kepada komposisi tetapi juga kepada susunan meruang dari atom-atom penyusun dan ikatan antar atom-atom penyusun kristal/mineral.

Komposisi kimia kerak bumi

Bumi dibagi menjadi:

• kerak

• mantel, dan

• inti bumi

ketebalan kerak bumi di bawah kerak benua sekitar 36 km dan di bawah kerak samudra berkisar antara 10 sampai 13 km. Batas antara kerak denganmantel dikenal denganMohorovicic discontinuity.

Kimia kristal Sejak penemuan sinar X, penyelidikan kristalogra sinar X telah mengembangkan pengertian kita tentang hubungan antara kimia dan struktur. Tujuannya adalah: 1) untuk mengetahui hubungan antara susunan atom dan komposisi kimia dari suatu jenis kristal. 2) dalambidang geokimia tujuan mempelajari kimia kristal adalah untuk memprediksi struktur kristal dari komposisi kimia dengan diberikan temperatur dan tekanan.

Daya Ikat dalam Kristal

Daya yang mengikat atom (atau ion, atau grup ion) dari zat pada kristalin adalah bersifat listrik di alam. Tipe dan intensitasnya sangat berkaitan dengan sifat-sifat sik dankimia dari mineral. Kekerasan, belahan, daya lebur, kelistrikan dan konduktivitas termal, dan koesien ekspansi termal berhubungan secara langsung terhadap daya ikat.

Secara umum, ikatan kuatmemiliki kekerasan yang lebih tinggi, titik leleh yang lebih tinggi dan koesien ekspansi termal yang lebih rendah. Ikatan kimia dari suatu Kristal dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu: ionik, kovalen, logam dan van derWaals.

1.2 Sistem kristal

Hingga saat ini baru terdapat 7 macam sistem kristal. Dasar penggolongan sistem kristal tersebut ada tiga hal, yaitu:

• jumlah sumbu kristal,

• letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain

• parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu kristal

Adapun ke tujuh sistem kristal tersebut adalah:

1.2.1 Sistem isometrik

Sistem ini juga disebut sistem reguler, bahkan sering dikenal sebagai sistem kubus/kubik (Gambar 1). Jumlah sumbu kristalnya 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu sama panjangnya.


  1.                 (b)

Gambar 1: system kubik: (a) modifikasi, (b) asli


 


  1.                 (b)                  (c)

Gambar 2: Sistem tetragonal: (a) asli, (b) modikasi, dan (c) scheelite


 

1.2.2 Sistem tetragonal

Sama dengan sistem isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus (Gambar 2). Sumbu a dan bmempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

1.2.3 Sistem rombis

Sistem ini disebut juga orthorombis (Gambar 3) dan mempunyai 3 sumbu kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lain. Ketiga sumbu kristal tersebut mempunyai panjang yang berbeda.


  1.             (b)

Gambar 3: Sistem ortorombik: (a) asli, (b) modikasi


 

1.3 Sistem heksagonal

Sistem ini mempunyai empat sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu yang lain. Sumbu a, b, dan d masing-masing saling membentuk sudut 120 satu terhadap yang lain (Gambar 4). Sumbu a, b, dan d mempunyai panjang yang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

1.3.1 Sistem trigonal

Beberapa ahli memasukkan sistem ini ke dalam sistem heksagonal (Gambar 5). Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya bila pada trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang berbentuk segienam kemudian dibuat segitiga degnan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

1.3.2 Sistem monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b; b tegak lurus terhadap c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b yang paling pendek.

1.3.3 Sistem triklin

Sistem ini mempunyai tiga sumbu yang satu dengan lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

1.4 Unsur-unsur simetri kristal

Dari masing-masing sistem kristal dapat dibagi lebih lanjut menjadi klas-klas kristal yang jumlahnya 32 klas. Penentuan klasikasi kristal tergantung dari banyaknya


  1.             (b)             (c)            (d)

Gambar 4: Sistem heksagonal: (a) asli, (b) modikasi, (c) vanadinit, dan (d) kuarsa


 


  1.                 (b)                    (c)

Gambar 5: Sistem trigonal: (a) asli, (b) modikasi, dan (c) kalsit


  1.                 (b)                    (c)

Gambar 6: Sistem monoklin: (a) asli, (b) modikasi, dan (c) mineral krokoit


 


  1.                     (b)                    (c)

Gambar 7: Sistem triklin: (a) asli, (b) modikasi, dan (c) rodokrosit


 

unsur-unsur simetri yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur simetri tersebut meliputi:

1. bidang simetri

2. sumbu simetri

3. pusat simetri

1.4.1 Bidang simetri

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari yang lain. Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidangsimetri menengah.

Bidang simetri aksial bila bidang tersebutmembagi kristalmelalui dua sumbu utama (sumbu kristal). Bidang simetri aksial ini dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri vertikal, yangmelalui sumbu vertikal dan bidang simetri horisontal, yang berada tegak lurus terhadap sumbu c. Bidang simetri menengah adalah bidang simetri yang hanya melalui satu sumbu kristal. Bidang simetri ini sering pula dikatakan sebagai bidang siemetri diagonal.

1.4.2 Sumbu simetri

Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu gire, giroide dan sumbu inversi putar. Ketiganya dibedakan berdasarkan cara mendapatkan nilai simetrinya.

Gire, atau sumbu simetri biasa, cara mendapatkan nilai simetrinya adalah dengan memutar kristal pada porosnya dalam satu putaran penuh. Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire (), empat tetragire (3), heksagire (9) dan seterusnya.

Giroide adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan memproyeksikannya pada bidang horisontal. Dalamgambar, nilai simetri giroide disingkat tetragiroide ( ) dan heksagiroide ( ).

Sumbu inversi putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinyadengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat kristal. Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu.

1.4.3 Pusat simetri

Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat membuat garis bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat kristal dan akan menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama terhadap pusat kristal pada garis bayangan tersebut. Atau dengan kata lain, kristal mempunyai pusat simetri bila tiap bidangmuka kristal tersebut mempunyai pasangan dengan kriteria bahwa bidang yang berpasangan tersebut berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang yang satu merupakan hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang pasangannya.

1.5 Klasikasi kristal

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 klas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem isometrik terdiri dari lima kelas, sistem tetragonal mempunyai tujuh kelas, rombis memiliki tiga kelas, heksagonal mempunyai tujuh kelas dan trigonal lima kelas. Selanjutnya sistem monoklin mempunyai tiga kelas.

Tiap kelas kristal mempunyai singkatan yang disebut simbol. Ada dua macam cara simbolisasi yang sering digunakan, yaitu simbolisasi Schonies dan Herman Mauguin (simbolisasi internasional).

Beberapa istilah penting:

Polimor adalah suatu peristiwa dimana suatu bahan dengan susunan kimia yang sama memberikan lebih dari satu bentuk sehingga sifat siknya berbeda-beda (dalamilmu kimia disebut allotropi). Dalampolimor dikenal duamacamgolongan, yaitu: a. kedua bentuk/modikasi menunjukkan bangun luar kristal yang sama, tetapi susunan internalnya berbeda. b. modikasi dalam macam-macam bentuk kristal sering termasuk dalam macam-macam klas.

Isomor adalah suatu peristiwa dimana bahan-bahan yang hampir susunannya hampir sama memberikan bentuk-bentuk kristal yang hampir sama. Dalam pengertian yang luas isomorsme menunjukkan adanya hubungan antara deretan-deretan persenyawaan yang analog dengan struktur-strukturnya yang analog juga. Rumus-rumus yang analog mempunyai jumlah atom yang sama dan mempunyai ion-ion positif dan negatif. Dalam pengertian yang sempit, menunjukkan kemampuan pembentukan kristal-kristal campuran bagi senyawa-senyawa yang secara kualitatif berbeda.