Halaman

Sabtu, 31 Oktober 2009

pend

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN

Seperti yang telah didepan bahwa dalam sebuah system pendidikan harus ada prinsip-prinsip yang membangun system pendidikan itu sendiri. Adapun untuk konsep-konsep dasar pendidikan di Indonesia ada empat pilar yang mendasari atau yang menjadi prinsip dalam system pendidikan di Indonesia. Adapun keempat pilar pendidikan yang menjadi dasar pendidikandi Indnesia yaitu:

a. Pendidikan seumur hidup didasarkan pada empat pilar belajar, yaitu:

1) Belajar untuk mengetahui

2) Belajar untuk berbuat.

3) Belajar untuk hidup bersama

4) Belajar untuk menjadi dirinya sendiri.

b. Belajar untuk mengetahui, dilakukan dengan cara memadukan penguasaan terhadap suatu pengetahu­an umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja secara mendalam pada sejumlah kecil mata pelajaran. Hal ini juga berarti belajar memperoleh ke­untungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang bersedia dalam hidup.

c. Belajar untuk berbuat, tida-k hanya tertuju pada penguasaan suatu keterampilan bekerja, tetapi juga secara lebih luas berkenaan dengan kompetisi atau kemampuan yang berhubungan dengan banyak situasi dan bekerja dalam tim. Hal ini berarti juga belajar untuk berbuat dalam hubungannya dalam berbagai hubungan social orang-orang muda dan pengalaman-pengalaman bekerja yang mungkin bersifat informal, sebagai suatu hasil dari kerangka hubungan yang bersifat local atau nasional, atau formal, termasuk kursus-kursus, studi alternative dan bekerja.

d Belajar untuk hidup bersama, dilakukan melalui perkembangan suatu pemahaman tentang orang lain dan suatu penghargaan terhadap saling ketergantungan pelaksana proyek bersama dan belajar mengelola konflik dalam semangat menghargai nilai-nilai kejamakan, pemahaman bersama dan perdamaian.

e Belajar untuk menjadi dirinya sendiri, yaitu mengembangkan kepribadian dirinya sendiri dan mampu berbuat dengan kemandirian yang lebih besar, perkembangan dan tanggung jawab pribadi. Dalam hubungan ini, pendidikan harus berhubungan dengan setiap aspek dari potensi pribadi yang berupa: mengingat, menalar, rasa estetis, kemampuan-kemampuan fisik, dan keterampilan-keterampilan berkomunikasi.

f. Sistem-sistem pendidikan formal cenderung untuk menekankan pada perolehan pengetahuan yang menimbulkan kerusakan pada tipe-tipe belajar lainnya. Tetapi sekarang adalah vital untuk meyakini pendi­dikan dalam suatu bentuk yang lebih terpadu. Visi ini sebaiknya memberikan informasi dan memberi bim­bingan kepada reformasi-reformasi pendidikan di masa mendatang dan kebijaksanaan, dalam hubungannya dengan visi pendidikan dan metode-metode pendidik­an.

Selain keempat pilar tersebut, Freire seorang pendidik rakyat (popular educator) asal Brazil mengatakan setidaknya ada tujuh prinsip yang juga harus mendasari praktek pelaksanaan pendidikan. Adapun ketujuh prinsip menurut Freire yaitu masing-masimg adalah:

Pertama, mengajar bukanlah sekedar proses mengalihkan pengetahuan melainkan proses untuk menciptakan kemungkinan-kemungkinan bagi produksi dan konstruksi pengetahuan (baru). Karenanya,

Kedua, mengajar bukan hanya menyediakan muatannya tapi juga mengajak pelajar ’berfikir dengan tepat’, yaitu suatu kemampuan untuk tidak terlalu merasa yakin akan kepastian atau kesangsian yang niscaya. Karenanya pula,

Ketiga, pengajaran tidak akan pernah mengembangkan sebuah prespektif yang benar-benar kritis kalau hanya ’menuruti kehendak hapalan mekanis atau pengulangan irama ritmis dari partitur dan ide-ide dengan mengorbankan tantangan kreatif’.

Keempat, meski guru dan murid tidaklah sama, yang pertama dibentuk atau dibentuk ulang oleh proses mengajar, dan pada saat bersamaan pelajar membentuk dirinya sendiri pula.

Kelima, untuk itu pengajar perlu memperkenalkan pelajar pada apa yang disebut sebagai ’keketatan metodologis’, yaitu sesuatu yang dapat membuat pengetahuan umum menjadi sesuatu yang bermakna, demi munculnya pengetahuan yang otentik dan keingintahuan yang terus-menerus yang tumbuh dari kesangisan-kesangsian yang niscaya tadi. Sebab itu,

Keenam, tidak ada pengajaran tanpa penelitian dan penelitian tanpa pengajaran, karena saat proses mengajar berlangsung, pada saat yang sama si pengajar mencari sesuatu, karena ia memang selalu harus bertanya, sebagai konsekwensi dari penyerahan diri pada keniscayaan kesangsian.

Ketujuh, proses pengajaran harus menghormati apa yang diketahui murid karena praksis mengajar tidak bisa menghindar dari tuntutan pelajar akan pengakuan atas kemampuannya, keingintahuannya, dan otonomi pelajar itu sendiri. Selain itu harus juga menghargai pengetahuan rakyat, yaitu pengetahuan sosial yang dibangun dalam praksis kehidupan masyarakat sehari-hari. Bagi Freire, ’berfikir benar adalah bertindak benar... tidak ada berfikir benar yang dapat dipisahkan dari jenis praktek yang padu, hidup, yang mampu merumuskan kembali muatan dan paradigma, ketimbang sekedar membantah apa yang dianggap tidak lagi relevan’.

2.2 Pendidikan Seumur Hidup

A. AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

Banyak ahli pendidikan di berbagai mancanegara menyadari pendidikan, terutama sekolah (formal), kurang mampu memenuhi tuntutan ke hidupan. Karena itu, dalam pertemuan internasional yang diprakarsai Badan PBB Urusan pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), mereka sepakat soal perlunya pendidikan seumur hidup.

Munculnya istilah ini, dalam dunia pendidikan, banyak menimbulkan dorongan atau pemikiran kritis terhadap pengartian pendidikan yang telah ada. Misalnya, tujuan pendidikan adalah pencapaian ke­dewasaan, sekolahan terutama berjenjang akademik bukanlah satu-satunya sistem pendidikan, dan pendidikan hendaknya lebih menonjolkan sifatnya sebagai self initiative dan self education.

Jalur pendidikan formal memiliki banyak kelemahan jika dibandingkan dengan pendidikan nonformal. Kelemahan pendidikan formal, antara lain, terlalu menekankan pada aspek kognitif pada anak-anak didik. Anak didik seolah-olah hidup terisolasikan selama mengalami dan menjalani pendidikan.

Namun, jangan dimaknai pendidikan di sekolah formal tidak perlu. Dalam kenyataaannya pun jalur pendidikan ini tetap ada, malah semakin banyak bagai jamur di musim hujan. Hal ini disebabkan jalur pendidikan yang terlembagakan (formal), adanya keteraturan tentang perencanaaan dan pelaksanaaan pendidikan, juga memberikan rasa optimis bagi para peminatnya dengan jangka waktu yang relatif pendek.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dan agar pendidikan seumur hidup dapat benar-benar berada dalam sistem, diperlukan aspek lain, yakni aspek horizontal. Aspek ini bermakna efisiensi pendidikan. Separti sistem persekolahan, ia akan tercapai bila memperhatikan lingkungan, misalnya keluarga, tempat bermain, tempat kerja, atau lingkungan masyarakat secara luas.

Adapun hal yang mendorong para ahli untuk mendukung adanya pendidikan seumur hidup antara lain:

a. Konsep belajar seumur hidup adalah kunci yang memberikan jalan bagi abad 21. konsep tersebut berjalan dari perbedaan tradisional antar pendidikan awal dengan pendidikan berkelanjutan.

b Dalam pengibaratan yang baru, pendidikan berke­lanjutan dipandang sebagai yang berlangsung jauh keluar dari apa yang tidak dipraktekkan, terutama di negara-negara sedang berkembang, yaitu upgrading, dengan pelatihan penyegaran, pelatihan ulang dan konversi atau kursus promosi untuk orang-orang de­wasa. hal tersebut haruslah membuka kesempatan-­kesempatan belajar untuk semua, untuk tujuan-tujuan yang berbeda-beda.

c. Secara singkat, belaJar seumur hidup harus memberikan kemampuan bagi semuanya, dengan penyediaan kesempatan yang terbuka bagi masyarakat.

B. PENDIDIKAN DIDUNIA BERKEMBANG

Di negara-negara berkembang, kompleksitas pendidikan bisa kait-mengait antara sistem, kurikulum, dukungan ekonomi, dan lain-lain sehingga sering mengaburkan prinsip, tujuan atau bahkan sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga sistem dan tujuan pendidikan sering disalahartikan dan disalahgunakan.

Adanya pendidikan seumur hidup, merupakan sebuah angin segar apabila kita mengamati pada beberapa asas yang melekat (inheren) pada gagasan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Seperti sistem pendidikan semakin demokratis, pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup, dan pengintegrasian sekolah dengan kehidupan di lingkungan masyarakat.

Hanya, bisa saja angin segar pendidikan seumur hidup menjadi angin surga alias utopia baru dalam bidang pendidikan, apabila hanya sebatas konsep tanpa implementasi. Konsepsi pendidikan seumur hidup di Indonesia telah beberapa kali tercantum dalam GBHN, tapi implementasinya sering berubah-ubah. Konsep di dalam GBHN masih amat luas pengartiannya, sehingga sering terjadi "keluwesan" menafsirkan yang berbeda.

Misalnya dalam mengambil sikap antara beberapa pengartian pendidikan satu jalur (single track) dan pendidikan multijalur (multitrack). Demikian pula dengan pendidikan yang bersifat akademik ilmiah dan operasional-teknik, maupun antara pendidikan formal dan nonformal.

Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar lebih tinggi dari yang ada sekarang.

C. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran --ditinjau dari beberapa aspek-- tentang urgensi pendidikan seumur hidup, antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.

Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat kebodohan. pendidikan seumur hidup akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.

Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya, ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan problem solving terhadap fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak pada negara demokrasi.

Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar, menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makasih dah mau komen